Jakarta, iniberita.my.id - Saat ini, dari puluhan smelter yang ada, hanya tiga smelter yang masih beroperasi. Hal tersebut seperti diungkapkan Ketua Harian Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI), Eka Mulya Putra.
"Dari puluhan smelter, kini hanya 3 smelter yang masih beroperasi. Ini kondisi terberat dalam sejarah timah Bangka. Image konflik material menjadi ancaman serius akan menurunnya nilai jual timah Babel," keluh Eka, di Jakarta, Minggu (22/12/2024).
Sementara itu, Devi Valeriani, Dekan Fakultas Ekonomi UBB, memastikan bahwa Babel akan kembali pulih di 2025 baik pertumbuhan secara makro maupun peningkatan konsumsi dan daya beli masyarakat jika terjadi diversifikasi ekonomi, sektor tambang timah kembali pulih, dan smelter timah bisa beroperasi kembali.
Senada dengan Devi, Rektor Universitas Pertiba, Suhardi, menegaskan bahwa kasus tata niaga timah perlu segera diselesaikan agar dampak negatif terhadap perekonomian Bangka Belitung bisa segera diatasi. "Efek dominonya luar biasa. Dunia pendidikan pun terpukul. Untuk program magister di Pertiba turun 60%. Bukan karena orang Bangka Belitung tidak mau kuliah, tapi tidak punya biaya," pungkas Suhardi.
Sebelumnya, Forum Aliansi Peduli Babel berencana menggugat perhitungan yang dilakukan oleh Ahli dari IPB, Bambang Hero Saharjo, yang menghitung negara mengalami kerugian hingga Rp 271 triliun atas rusaknya lingkungan akibat pengelolaan tambang di Babel. Atas perhitungan tersebut, Forum Aliansi Peduli Babel berencana menggugat secara hukum perdata dan pidana.
"Terbukti hitungan tersebut hoax. Tidak didasarkan pada metode ilmiah yang benar, tapi dijadikan dasar penuntutan. Kami minta pertanggung jawaban Bambang Hero karena ulah dia satu provinsi Bangka Belitung menderita," ujar Dede Adam, perwakilan Forum Aliansi Peduli Babel.
Dede mempersilakan warga Bangka Belitung yang ingin bergabung dalam gerakan "Babel Menggugat". Gerakan ini perlu segera dilakukan warga Babel agar ada tanggung jawab hukum terhadap orang yang menyebarkan berita bohong mengenai kerusakan lingkungan di Bangka Belitung akibat penambangan timah.
Persoalan metode penghitungan yang dilakukan Prof Bambang Hero Saharjo juga digugat oleh koleganya sesama guru besar IPB, Prof Sudarsono Sudarmo. Perhitungan Bambang Hero, menurutnya, tidak didasarkan pada rona awal Bangka Belitung yang memang telah dieksplorasi pertambangan timah sejak zaman VOC, tidak didasarkan pada sampel memadai, dan tidak dikerjakan oleh tim dengan latar belakang multidisiplin ilmu serta kewenangan dan kapasitas keilmuan.
"Saya pastikan bahwa hitungan tersebut salah. Kapan pun saya siap untuk dikonfrontir dan diuji dengan yang bersangkutan," tantang Sudarsono. (Red.D)
0 Comments:
Post a Comment