Kediri, iniberita.my.id– Kasus dugaan praktik suap dalam proses pengisian perangkat desa kembali mencuat di Kabupaten Kediri. Kali ini, Desa Brumbung, Kecamatan Kepung, menjadi sorotan setelah terungkapnya dugaan bahwa jabatan Kepala Dusun Pucanganom diperoleh dengan cara yang tidak sah. Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan oleh Polda Jawa Timur, sejumlah pihak diduga melakukan transaksi suap yang mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah untuk meloloskan calon tertentu dalam proses seleksi perangkat desa.
Kasus ini pertama kali terungkap setelah Forum Peserta Ujian Penyaringan Perangkat Desa (FUPPD) Kabupaten Kediri melaporkan sejumlah kecurangan dalam proses seleksi perangkat desa yang berlangsung pada tahun 2023. Laporan tersebut mencakup dugaan kebocoran soal ujian, penentuan nilai ujian yang tidak transparan, serta praktik suap yang melibatkan oknum-oknum dari dalam dan luar pemerintahan desa. Salah satu jabatan yang mendapat perhatian adalah Kepala Dusun Pucanganom, yang diduga diisi melalui transaksi uang yang tidak sesuai dengan mekanisme yang telah diatur.
FUPPD Kabupaten Kediri yang prihatin atas praktik ini segera mengirimkan surat kepada Polda Jawa Timur untuk meminta perkembangan hasil penyidikan. Pada Selasa, 22 April 2024, Polda Jawa Timur mengirimkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) terkait laporan tersebut. Dalam surat tersebut, tim penyidik menyampaikan bahwa mereka telah melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang terlibat serta penyitaan barang bukti terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi perangkat desa.
Penyelidikan lebih lanjut oleh Polda Jawa Timur mengarah pada penahanan tiga orang tersangka yang terlibat dalam manipulasi hasil seleksi. Ketiga tersangka ini dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terkait dengan praktik suap dan manipulasi ujian. “Tersangka-tersangka ini terlibat dalam mengatur hasil seleksi dengan imbalan uang, yang jelas merugikan proses demokratisasi di tingkat desa,” kata Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Pol Dirmanto.
Penahanan ini merupakan langkah awal dalam penyelidikan yang lebih mendalam. Polda Jatim menegaskan bahwa mereka tidak akan berhenti pada ketiga tersangka tersebut, dan akan terus mengembangkan kasus ini untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam jaringan jual beli jabatan di Kabupaten Kediri. Penyidik Polda Jawa Timur telah menyita sejumlah dokumen seleksi, rekaman komunikasi, dan bukti transaksi keuangan yang mengarah pada praktik suap dalam proses pengisian perangkat desa.
Kasus ini menjadi perhatian serius masyarakat Kabupaten Kediri, yang mengharapkan penegakan hukum dilakukan secara tegas dan transparan. “Kami berharap kasus ini bisa diungkap tuntas dan para pelaku, baik yang ada di dalam pemerintahan desa maupun pihak luar yang terlibat, harus mendapatkan sanksi yang setimpal,” ujar Debby D. Bagus Purnama, salah satu anggota FUPPD yang turut berperan dalam melaporkan kecurangan ini.
Selain itu, Gabriel Goa, Ketua Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia (KOMPAK INDONESIA), menegaskan bahwa praktik korupsi seperti ini sangat merusak proses demokrasi di tingkat desa. “Apa yang terjadi di Kabupaten Kediri ini sangat meresahkan. Jika aparat desa terlibat dalam jual beli jabatan, maka dana-dana yang dikucurkan untuk pembangunan desa akan mubazir, dan itu merugikan seluruh masyarakat,” ujar Gabriel.
Dalam kasus ini, beberapa undang-undang yang dilanggar oleh para pelaku antara lain:
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:Pasal 5 Ayat (1): Melarang setiap orang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.Pasal 12 huruf a dan b: Mengatur pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima suap.Pasal 12B: Menganggap gratifikasi yang diterima oleh penyelenggara negara sebagai suap jika tidak dilaporkan ke KPK.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):Pasal 421: Mengatur ancaman pidana bagi pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan untuk memaksa seseorang memberikan sesuatu atau menjanjikan sesuatu.
Permendagri No. 67 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa:Pasal-pasal dalam peraturan ini menyatakan bahwa proses seleksi perangkat desa harus dilakukan secara transparan, akuntabel, objektif, dan bebas dari praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Dengan semakin kuatnya bukti yang ditemukan oleh penyidik, masyarakat berharap bahwa kasus ini dapat diungkap tuntas tanpa ada pihak yang dilindungi. Penegakan hukum yang tegas terhadap oknum-oknum yang terlibat dalam praktik suap dan manipulasi jabatan ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi seluruh pemerintah desa di Indonesia agar lebih berhati-hati dan menjaga integritas dalam menjalankan tugasnya.
Masyarakat Desa Brumbung dan Kabupaten Kediri kini menunggu dengan penuh harapan agar kasus ini segera menemui titik terang. Mereka juga berharap agar proses seleksi perangkat desa di masa depan dilakukan dengan lebih terbuka, profesional, dan jauh dari praktik-praktik kecurangan yang merugikan kepentingan umum.9Red.Tim)
0 Comments:
Post a Comment