![]() |
Kediri, iniberita.my.id — Kabupaten Kediri tengah diguncang isu besar terkait dugaan jual beli jabatan dalam proses pengangkatan perangkat desa. Sejumlah laporan dari berbagai desa di wilayah ini menunjukkan adanya pola yang sama: seleksi formal dijalankan, namun hasil diduga sudah diatur sebelumnya melalui praktik suap dan kolusi yang melibatkan oknum kepala desa, panitia seleksi, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya.
Di Desa Besowo, Kecamatan Kepung, proses pengisian tiga jabatan strategis—yakni Kepala Dusun Sabiyu Sumberejo, Kepala Dusun Sidodadi, dan Kepala Seksi Kesejahteraan—diduga kuat tidak melalui mekanisme yang sah. Informasi dari warga dan peserta seleksi mengungkap adanya praktik suap dengan nilai mencapai Rp50 juta hingga Rp150 juta sebagai "uang pelicin" untuk menjamin kelulusan.
“Nilai seleksi tidak diumumkan terbuka, dan yang lolos diduga sebelumnya sudah ‘berkomunikasi’ dengan orang dalam,” ungkap Amin S., peserta seleksi yang gagal.
Proses ini jelas melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas yang diatur dalam Permendagri Nomor 67 Tahun 2017, serta berpotensi melanggar pasal-pasal pidana dalam UU Tindak Pidana Korupsi dan KUHP.
Menanggapi kegelisahan publik, Polda Jawa Timur telah menahan tiga tersangka terkait manipulasi seleksi perangkat desa di wilayah Kabupaten Kediri. Ketiganya diduga menerima imbalan dalam bentuk uang dan memanipulasi hasil ujian demi meloloskan calon tertentu.
“Kami temukan indikasi kuat manipulasi nilai dan suap. Penyelidikan masih terus berkembang dan tidak menutup kemungkinan ada tersangka tambahan,” ujar Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Dirmanto.
Penyidik telah menyita dokumen, rekaman komunikasi, serta bukti transaksi keuangan, dan hingga kini terus menggali keterangan dari para saksi serta ahli.
Sementara itu, Forum Peserta Ujian Penyaringan Perangkat Desa (FPUPPD) Kabupaten Kediri telah menerima SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) dari Subdit III Tipidkor Ditreskrimsus Polda Jatim. Dalam laporan tersebut, enam kepala desa kini berstatus sebagai terlapor, masing-masing dalam laporan polisi terpisah.
Keenam desa tersebut meliputi:
-
Desa Mangunrejo (Ngadiluwih)
-
Desa Kalirong
-
Desa Pojok
-
Desa Gadungan
-
Desa Puncu
-
Desa Tarokan
Ratusan saksi telah diperiksa dan sejumlah barang bukti disita. Penetapan tersangka selanjutnya tinggal menunggu hasil pemeriksaan laboratorium forensik dari ITS Surabaya.
Tokoh-tokoh masyarakat dan aktivis antikorupsi mendesak agar penyidikan dilakukan secara menyeluruh dan tanpa tebang pilih. Mereka menilai skandal ini sudah sistemik dan membahayakan tatanan demokrasi lokal.
“Kalau praktik ini dibiarkan, dana desa akan dikelola oleh orang-orang yang tidak berintegritas. Harus ada audit total dan penonaktifan sementara bagi perangkat desa yang terindikasi lolos dengan cara curang,” ujar Rahmat Hadi, Ketua Forum Pemantau Desa Bersih.
Senada, Debby D. Bagus Purnama dari FPUPPD menekankan pentingnya membongkar dalang intelektual di balik skema korupsi ini. “Ini bukan kerja satu dua orang. Ada jaringan, dan polisi harus berani membongkarnya.”
Gabriel Goa, Ketua KOMPAK Indonesia, menyebut skandal ini sebagai ancaman serius terhadap pembangunan desa. “Perangkat desa hasil suap harus dibatalkan. Pemerintah daerah harus bertindak tegas.”
Dukungan masyarakat untuk pembenahan tata kelola desa semakin kuat. Laporan warga telah disampaikan ke kecamatan, inspektorat, hingga rencana pelaporan ke Ombudsman dan KPK.
Akademisi hukum tata negara asal Kediri, Desi Anggraini, menegaskan pentingnya menjadikan kasus ini sebagai momentum reformasi. “Jabatan publik tidak boleh diperjualbelikan. Kalau tak ada tindakan nyata, maka kepercayaan publik akan hilang total.”.(Red.Tim)
0 Comments:
Post a Comment