Kediri, iniberita.my.id – Kasus dugaan korupsi yang melibatkan pengisian perangkat desa di Kabupaten Kediri kini semakin mencuat. Lima posisi perangkat desa di Desa Kepung, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri, diduga diperjualbelikan dengan sejumlah pembayaran yang menggiurkan, mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah. Proses seleksi yang seharusnya berlangsung adil dan transparan diduga telah dimanipulasi untuk kepentingan pribadi sejumlah oknum, dengan menempatkan individu-individu tertentu pada jabatan-jabatan penting.
Lima jabatan perangkat desa di Desa Kepung yang kini tengah diselidiki adalah Sekretaris Desa, Kepala Urusan Keuangan, Kepala Dusun Karangdinoyo, Kepala Dusun Kepung Tengah, dan Kepala Dusun Krembangan. Dalam proses pengisian jabatan tersebut, diduga terjadi transaksi uang yang tidak sah antara peserta seleksi dengan oknum-oknum yang memiliki kewenangan dalam seleksi. Para peserta yang merasa dirugikan menyatakan bahwa mereka harus membayar sejumlah uang untuk bisa lolos dan menduduki jabatan-jabatan tersebut.
Tindakan ini semakin menguatkan dugaan adanya praktik jual beli jabatan di tingkat desa, yang tentu saja merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan desa yang seharusnya berjalan secara transparan dan berkeadilan.
Polda Jawa Timur kini tengah menangani kasus ini dengan serius, dan telah melakukan penyelidikan mendalam atas dugaan tindak pidana korupsi dalam proses seleksi perangkat desa di Kabupaten Kediri. Sejumlah bukti telah ditemukan, dan tiga orang tersangka sudah ditahan terkait manipulasi hasil seleksi dan penerimaan imbalan yang tidak sah.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Dirmanto, mengonfirmasi bahwa penyidik telah menemukan indikasi kuat tentang kecurangan dalam proses seleksi perangkat desa, termasuk manipulasi nilai ujian dan suap yang melibatkan sejumlah oknum. "Tersangka-tersangka ini berperan dalam mengatur seleksi, menerima uang imbalan, dan meloloskan peserta tertentu dalam proses pengisian jabatan di desa," ujar Kombes Pol Dirmanto.
Sejumlah barang bukti terkait kasus ini telah diamankan oleh pihak kepolisian, termasuk dokumen seleksi, rekaman komunikasi, serta bukti transaksi keuangan yang mencurigakan. Proses seleksi yang semestinya dijalankan secara objektif, kini terungkap mengalami sejumlah penyimpangan, termasuk kebocoran soal ujian dan penentuan nilai secara tidak transparan. Hal ini semakin menambah kecemasan masyarakat akan integritas seleksi perangkat desa yang seharusnya bebas dari praktik korupsi.
Penyidik juga mengungkapkan bahwa mereka akan terus mengembangkan kasus ini, dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka tambahan yang terlibat dalam kasus ini. Mereka berkomitmen untuk mengungkap siapa saja yang terlibat dalam manipulasi seleksi dan memastikan bahwa hukum ditegakkan dengan adil.
Kasus ini mendapat perhatian besar dari masyarakat Kabupaten Kediri dan para aktivis anti-korupsi. Debby D. Bagus Purnama, salah satu anggota Forum Peserta Ujian Penyaringan Perangkat Desa (FUPPD) Kabupaten Kediri, menyatakan bahwa pihaknya sangat berharap agar pengungkapan kasus ini tidak berhenti pada beberapa orang saja. "Kami menduga ada lebih banyak oknum yang terlibat dalam jaringan ini. Kami berharap Polda Jatim tidak hanya berhenti pada beberapa tersangka dan terus mendalami siapa yang menjadi aktor intelektual di balik semua ini," ujarnya.
Gabriel Goa, Ketua Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia (KOMPAK Indonesia), juga menekankan pentingnya untuk mengatasi praktik korupsi yang terjadi di tingkat desa. "Praktik jual beli jabatan seperti ini dapat merusak segala upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemberantasan korupsi harus dilakukan sampai ke akar-akarnya, bahkan sampai ke tingkat desa," ujarnya dengan tegas.
Kasus dugaan korupsi ini melibatkan sejumlah pelanggaran hukum yang serius, baik dari segi peraturan yang mengatur proses seleksi perangkat desa maupun ketentuan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2017, yang mengatur tentang tata cara pengisian perangkat desa, praktik yang terjadi di Kabupaten Kediri jelas melanggar prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keadilan dalam pengisian jabatan publik.
Di dalam Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Korupsi disebutkan bahwa memberikan atau menerima suap oleh pejabat publik dalam rangka pengambilan keputusan adalah tindak pidana. Selain itu, Pasal 12B dalam undang-undang yang sama menyebutkan bahwa gratifikasi yang tidak dilaporkan, yang dapat berupa uang atau barang, dapat dikategorikan sebagai suap.
Masyarakat Kabupaten Kediri kini berharap agar kasus ini segera tuntas dan agar pelaku-pelaku di balik praktik korupsi ini dihukum dengan setimpal. Pemberantasan korupsi di tingkat desa sangat penting untuk memastikan bahwa pembangunan desa dan dana desa tidak disalahgunakan. Semua pihak berharap agar pengisian perangkat desa ke depan dapat dilakukan dengan transparansi, objektivitas, dan mengutamakan kepentingan masyarakat, bukan kepentingan pribadi.
Polda Jawa Timur berjanji untuk terus mengembangkan penyidikan kasus ini hingga tuntas, serta memastikan bahwa para pelaku yang terlibat akan diadili sesuai dengan hukum yang berlaku. Masyarakat menanti dengan harapan tinggi agar pemerintahan desa di Kabupaten Kediri bisa kembali dipimpin oleh individu yang benar-benar kompeten dan bebas dari praktik korupsi.
Dugaan korupsi dalam proses pengisian perangkat desa di Kabupaten Kediri memperlihatkan adanya praktik yang merusak integritas dan kepercayaan publik terhadap sistem pemerintahan desa. Polda Jawa Timur telah mengambil langkah tegas dengan menahan sejumlah tersangka dan mengembangkan penyelidikan lebih lanjut. Semua pihak berharap agar kasus ini diusut secara tuntas dan memberi pelajaran bahwa praktik korupsi di tingkat desa tidak akan dibiarkan berkembang. Penegakan hukum yang transparan dan tegas adalah langkah awal untuk memastikan keadilan dan keberlanjutan pembangunan di desa.(Red.Tim)
0 Comments:
Post a Comment