Jakarta, iniberita.my.id – Pakar hukum pidana menilai kasus impor gula yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Lembong, sebagai bentuk korupsi terlalu dipaksakan. Pandangan tersebut muncul setelah kejaksaan menetapkan Tom Lembong sebagai salah satu pihak yang bertanggung jawab dalam kasus ini.
Prof. Ahmad Riyadi, pakar hukum pidana dari Universitas Nasional, menyatakan bahwa unsur korupsi dalam kasus ini belum sepenuhnya terlihat jelas.
"Korupsi harus memenuhi unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum serta merugikan keuangan negara. Jika unsur tersebut tidak dapat dibuktikan secara konkret, menetapkan ini sebagai kasus korupsi sangat dipaksakan," ujar Ahmad Riyadi dalam diskusi publik yang digelar di Jakarta, Minggu (27/1/2025).
Dugaan Pelanggaran Administrasi
Menurut Riyadi, permasalahan impor gula ini lebih cenderung kepada pelanggaran administratif atau tata kelola pemerintahan daripada tindak pidana korupsi. Ia menambahkan, dalam konteks impor, sering kali ada perbedaan interpretasi terhadap kebijakan, yang seharusnya tidak langsung dianggap sebagai tindakan korupsi.
"Bisa jadi ada kebijakan yang dianggap tidak tepat atau merugikan, tetapi itu berbeda dengan niat jahat untuk memperkaya diri," imbuhnya.
Respons Tim Kuasa Hukum
Sementara itu, tim kuasa hukum Tom Lembong juga menegaskan bahwa kliennya hanya menjalankan kebijakan yang telah sesuai dengan prosedur pada saat itu. Menurut mereka, impor gula yang dilakukan bertujuan untuk menjaga stabilitas harga di pasar dan menghindari kelangkaan.
"Tindakan Pak Tom adalah bagian dari tanggung jawabnya sebagai pejabat publik untuk memastikan ketersediaan bahan pokok di tengah masyarakat. Tidak ada indikasi memperkaya diri atau pihak lain," kata kuasa hukum Tom Lembong.
Reaksi Publik
Kasus ini telah menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Sebagian pihak mendukung langkah hukum sebagai bentuk pengawasan terhadap pejabat publik, sementara sebagian lainnya khawatir bahwa kasus ini dapat menciptakan preseden buruk dalam menilai kebijakan yang bersifat administratif.
Pengamat ekonomi, Lina Fauziah, menyatakan bahwa kasus ini perlu dilihat secara hati-hati agar tidak merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah.
"Jika setiap kebijakan yang dianggap tidak sempurna langsung dipidanakan, ini bisa membuat pejabat takut mengambil keputusan penting di masa depan," ujarnya.
Kejaksaan Masih Kumpulkan Bukti
Kejaksaan Agung, melalui juru bicaranya, menyebut bahwa penyelidikan terhadap kasus ini masih berjalan dan akan terus dikembangkan. Pihaknya mengklaim telah menemukan indikasi awal adanya kerugian negara dari kebijakan impor tersebut.
"Kami tetap menghormati asas praduga tak bersalah. Namun, fakta-fakta awal menunjukkan adanya potensi pelanggaran hukum yang serius," tegas juru bicara Kejaksaan.
Kasus ini masih menjadi perhatian publik, dengan banyak pihak menanti hasil akhir dari proses hukum. Pakar hukum mendesak agar penyelidikan dilakukan secara transparan dan berimbang untuk menghindari bias atau kesalahan dalam penegakan hukum.
0 Comments:
Post a Comment