SPBU Katang Kediri Diduga Jual Pertalite Subsidi ke Tengkulak, Operator dan Pengawas Terlibat

 



iniberita.my.id  Kediri — Dugaan praktik penyimpangan dalam penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi kembali mencuat di wilayah Kabupaten Kediri. Investigasi lapangan yang dilakukan awak media menemukan indikasi kuat adanya praktik curang di SPBU 54.641.26 Katang, yang berlokasi di Jalan Soekarno-Hatta No.18A, Desa Sukorejo, Kecamatan Ngasem.


 Aksi penyelewengan ini dilakukan terang-terangan di tengah antrean panjang kendaraan yang hendak mengisi Pertalite. Berdasarkan pantauan langsung pada Senin, 6 Oktober 2025, pukul 01.23 WIB, terlihat seorang pengendara sepeda motor membawa empat jeriken plastik berkapasitas 35 liter, dan dengan leluasa melakukan dua kali pengisian dalam satu antrean. Yang lebih mencengangkan, operator SPBU justru terlihat menerima uang tips sebesar Rp4.000 usai pengisian, dan diduga tindakan ini dilakukan dengan sepengetahuan pengawas berinisial P.W. (Puput Wijayanti).


 Beberapa sumber internal menyebutkan, praktik ini bukan hal baru dan telah berlangsung selama berbulan-bulan. > “Sudah biasa, mas. Ada beberapa orang langganan yang tiap malam datang bawa jeriken. Operator juga sudah paham siapa saja pembelinya,” ujar sumber yang enggan disebutkan namanya. Skema tersebut memanfaatkan lemahnya pengawasan dan celah aturan di lapangan.


 Para tengkulak membeli Pertalite subsidi dalam jumlah besar menggunakan jeriken, lalu menjualnya kembali secara eceran di pinggir jalan dengan harga yang lebih tinggi. Sementara masyarakat umum harus rela antre panjang untuk mendapatkan BBM subsidi yang seharusnya menjadi hak mereka. Langgar Aturan Pertamina dan UU Migas Peraturan Pertamina dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2012 secara tegas melarang pengisian BBM bersubsidi menggunakan jeriken tanpa izin tertulis. Aturan ini dibuat untuk menjamin keamanan dan keadilan distribusi, serta mencegah penyalahgunaan subsidi negara. 


 Selain itu, praktik ini berpotensi melanggar Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas, yang mengatur sanksi pidana penjara hingga enam tahun dan denda maksimal Rp60 miliar bagi pihak yang menyalahgunakan distribusi BBM bersubsidi. Ahli keselamatan kerja juga menyoroti bahaya penggunaan jeriken plastik. 


Material tersebut bisa memicu listrik statis yang berpotensi menimbulkan kebakaran ketika terkena uap bensin atau panas knalpot kendaraan. Kolusi Internal dan Pembiaran Dari hasil investigasi di lapangan, tampak indikasi kuat bahwa operator dan pengawas SPBU terlibat dalam praktik ini. Mereka terkesan membiarkan bahkan memfasilitasi pembelian berulang oleh orang-orang tertentu. 


Masyarakat sekitar pun menilai hal ini sebagai bentuk pembiaran sistemik. > “Mereka seperti sudah bekerja sama. Kalau orang biasa isi dua kali saja pasti ditegur. Tapi kalau yang langganan itu, malah dikasih jalan,” ungkap warga sekitar SPBU.

 Desakan Penindakan Publik menuntut Pertamina dan aparat penegak hukum (APH) segera turun tangan. Apabila terbukti, pihak SPBU bisa dikenakan sanksi administratif berat hingga penutupan operasional. Selain merugikan negara, praktik ini juga menciptakan distorsi sosial dan ekonomi, karena subsidi yang seharusnya membantu masyarakat menengah ke bawah justru dinikmati oleh oknum pengepul.





 Pertamina sendiri telah berulang kali menegaskan komitmennya untuk memastikan BBM bersubsidi tepat sasaran. Namun tanpa pengawasan ketat di tingkat SPBU, kebijakan tersebut sulit berjalan efektif. > “Masalah seperti ini harus diusut tuntas. Jangan hanya operatornya, tapi seluruh rantai yang terlibat. Karena jika dibiarkan, ini akan menjadi budaya korupsi kecil yang membesar,” tegas aktivis energi bersih, Rama Prasetyo. Hingga berita ini diturunkan, pihak SPBU Katang dan pengawas berinisial P.W. belum memberikan keterangan resmi. ( Red. Tim investigasi)

0 Comments:

Post a Comment