Aktivitas tambang ilegal merupakan penambangan atau penggalian sumber daya alam, mineral bahkan batubara yang dilakukan tanpa izin resmi dari pemerintah, tidak menggunakan prinsip-prinsip pertambangan yang baik dan benar (Good Mining Practice), serta sering kali menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan, ekonomi, dan sosial. Kegiatan ini juga dikenal dengan istilah Pertambangan Tanpa Izin (PETI) atau illegal mining. Hal seperti banyak terjadi di Indonesia dan kali ini dijumpai di Jawa Timur tepatnya di Desa Pasrepan Pasuruan. Dimana seorang parubaya yang bernama inisial bapak Sakur selaku kepala desa dan sekaligus wartawati juga awak media yang bernama Novitasari sebagai pem back up dan menjadi penerima tamu media LSM dan tidak menjalankan izin tertulis dari Dinas Terkait, akan aktivitas penambangan ini. Adapun ciri-cirinya pengelola tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), atau izin lainnya yang sah dari pemerintah. Aktivitas yang ada tidak sesuai regulasi serta tidak mematuhi peraturan dan standar pertambangan yang baik, termasuk izin pemanfaatan kawasan hutan jika dilakukan di area tersebut. Sedangkan hal ini jelas menimbulkan kerusakan tanah, pencemaran air, dan hilangnya keanekaragaman hayati karena penggunaan bahan berbahaya. Dampak lainnya yang tak kalah menghawatirkan adalah dampak sosial ekonomi karena merugikan negara karena kehilangan pendapatan pajak, serta dapat menimbulkan konflik dengan masyarakat, kondisi kerja yang buruk, dan bahkan melibatkan perbudakan modern. Dilapangan diketahui bahwa ada tiga Bego atau excavator yang digunakan dengan ukuran kurang lebih 150 pk. Dugaan memperkaya diri sendiri tak luput dari pantauan awak media. Masalah perizinan belum sesuai prosedur ditambah lagi penggunaan alat beratnya yang tidak sesuai semakin memperkeruh Masalah. Disebutkan pula bahwa saudari yang bernama inisial Novitasari pembackup juga terlibat didalam proyek ini karena menurut sumber yang bisa dipercaya beliau menjadi penerima apabila ada tamu dari LSM dan awakmedia kepada beberapa pihak didalamnya. Kegiatan yang dilakukan oleh seorang wartawati akan kami laporkan ke dewan pers untuk apabila terbukti adanya supaya dilakukan stop pers. Perlu diketahui, pertambangan tanpa izin atau ilegal merupakan pelanggaran serius berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 3 Tahun 2021 yang mengubah UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam Pasal 158 UU tersebut, dinyatakan bahwa siapa pun yang melakukan aktivitas pertambangan tanpa izin dapat dikenakan pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar. pertambangan Tanpa Izin atau ilegal tidak mengantongi WIUP, IUP dan OP seharusnya terus menjadi perhatian Pemerintah. Kekecewaan juga muncul terhadap kinerja aparat kepolisian di Polres Pasuruan yang dianggap tidak bertindak tegas dalam menindak para penambang yang diduga ilegal. Masyarakat menilai, aparat hukum seharusnya bisa menjerat para pelaku penambangan liar dengan pasal-pasal yang ada, seperti Pasal 17 Ayat 1 Jo Pasal 89 Ayat 1 dan 2 UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp50 miliar. Selain itu, Pasal 160 dan Pasal 161 juga mengatur sanksi bagi pihak yang melakukan eksplorasi tanpa izin, serta mereka yang menampung, mengolah, atau menjual hasil tambang ilegal. Selain itu, penyidik juga bisa menggunakan Pasal 98 dan/atau Pasal 109 Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengancam pelaku dengan pidana penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp15 miliar. Dengan maraknya aktivitas penambangan yang diduga ilegal ini, masyarakat menyimpulkan bahwa suburnya praktik tambang tanpa izin di wilayah Kabupaten Pasuruan seolah mendapat pembiaran dari pihak berwenang. Kasus ini pun masih terus menjadi perhatian berbagai pihak, terutama warga yang merasa dirugikan. Maka seluruh pihak baik ditingkat desa dan seluruh APH diharapkan bergandeng tangan menyelematkan lingkungan demi berlangsungnya kehidupan dimasa yang akan datang. Dibutuhkan ketegasan untuk menertibkan kembali prosedur perizinan agar tatanan serta pola pikir masyarakat bisa dijaga dan terselamatkan. Hingga berita ini di tayangkan Awak media akan terus melakukan konfirmasi ke pihak-pihak terkait guna penyajian pemberitaan yang berimbang. Apabila Tidak ada Kelanjutannya maka Kami tim awakmedia akan melanjutkan Laporan Resmi ke Polda Jatim ke Diskrimsus selaku APH tertinggi di Jawa Timur. (Red.Ilustrasi)
0 Comments:
Post a Comment