Jakarta, iniberita.my.id – Carolyn Turk, Country Director untuk Indonesia dan Timor-Leste di East Asia dan Pacific World Bank, mengungkapkan bahwa harga beras di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, dengan selisih mencapai 20 persen. Pernyataan ini menarik perhatian berbagai pihak dan memicu diskusi mengenai kondisi pangan di Tanah Air.
Menanggapi pernyataan tersebut, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengakui bahwa harga beras di Indonesia memang lebih tinggi. Ia menjelaskan bahwa kebijakan yang diterapkan saat ini, termasuk pembatasan impor beras dan upaya untuk mendorong penyerapan hasil pertanian dari petani lokal, menjadi faktor utama yang mempengaruhi harga.
Arief juga meminta masyarakat untuk tidak terprovokasi oleh komentar tersebut, yang ia anggap sebagai upaya untuk mendorong Indonesia kembali melakukan impor beras. "Pernyataan tersebut tidak lebih dari sekadar jebakan. Kita harus tetap berfokus pada penguatan sektor pertanian domestik," ujarnya.
"Jadi kalau Bank Dunia menyampaikan pembatasan impor (yang dilakukan Indonesia) sehingga harga mahal, ya memang. Memang tugas kita sebagai negara melindungi petani kita," ucap dia sebagaimana dikutip pada Minggu (29/9/2024).
"Sekarang kita jangan terpancing oleh statement Bank Dunia karena kita tidak impor maka harga tinggi. Indonesia saat ini memang sedang meningkatkan kesejahteraan petani," tutur Arief.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa Indonesia harus kompak, bahu-membahu untuk melakukan koreksi sehingga produksi petani bisa semakin ditingkatkan. Menurutnya, ini penting dilakukan guna menekan harga beras agar bisa lebih terjangkau bagi masyarakat.
"Yang harus kita kerjakan adalah self correction. Kita harus tingkatkan produksi bersama-sama, semua elemen harus bekerja sama. Benih kita perbaiki, pupuk, penyuluh, teknologi, food cost kita perbaiki. Memang banyak yang harus dikerjakan," ujarnya.
Sebagai informasi, sebelumnya Carolyn mengungkap tingginya harga beras di Indonesia salah satunya disebabkan oleh pembatasan impor hingga keputusan pemerintah menaikkan harga jual beras hingga melemahkan daya saing pertanian. Mirisnya lagi, tingginya harga beras tidak diikuti dengan kesejahteraan petani.
Lebih jauh disampaikan, pendapatan petani di Indonesia masih di bawah 1 dolar AS atau setara Rp15.207 per hari. Yang mana itu artinya dalam setahun diperkirakan penghasilan petani Indonesia hanya kurang dari 341 dolar AS atau setara Rp5 juta saja.
"Yang kita lihat adalah bahwa pendapatan banyak petani marjinal sering kali jauh di bawah upah minimum, bahkan sering kali berada di bawah garis kemiskinan," ungkapnya dalam acara Indonesia International Rice Conference yang digelar di Nusa Dua, Bali beberapa waktu lalu. (Red.N)
0 Comments:
Post a Comment