Jawa Pos Bantah Utang Rp 54,5 Miliar kepada Dahlan Iskan, Siap Tempuh Jalur Hukum

 



KEDIRI,  iniberita.my.id  — PT Jawa Pos akhirnya angkat bicara menanggapi permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang dilayangkan oleh mantan Direktur Utamanya, Dahlan Iskan. Melalui kuasa hukumnya, perusahaan media nasional itu membantah keras memiliki tunggakan utang senilai Rp 54,5 miliar, sebagaimana yang diklaim Dahlan.

Permohonan PKPU ini tercatat dalam perkara No. 32/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Sby di Pengadilan Niaga Surabaya. Hingga saat ini, pihak Jawa Pos menyatakan belum menerima dokumen permohonan secara resmi dari pengadilan.

“Kami sudah melakukan verifikasi terhadap catatan keuangan dan berkonsultasi langsung dengan jajaran direksi. Tidak ada kewajiban utang yang jatuh tempo maupun dapat ditagih seperti yang disebut dalam permohonan PKPU,” ujar Leslie Sajogo, kuasa hukum Jawa Pos, pada Kamis (3/7).

Diketahui, Dahlan Iskan mengajukan PKPU dengan alasan adanya kekurangan pembayaran dividen sebesar Rp 54,5 miliar, yang disebut bersumber dari keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 2003, 2006, 2012, dan 2016.

Namun Leslie menegaskan, semua keputusan RUPS pada tahun-tahun tersebut dilakukan secara mufakat, termasuk oleh Dahlan sendiri saat masih menjabat sebagai Direktur Utama.

“Tidak pernah ada keberatan ataupun catatan soal pembagian dividen sebelumnya. Lalu kenapa sekarang muncul klaim yang mengaitkan tahun-tahun lampau secara acak?” ujarnya heran.

Menurut Leslie, Dahlan masih memiliki 3,8 persen saham di Jawa Pos—saham yang dulu diberikan oleh pemegang saham lainnya. Sementara pemegang saham mayoritas perusahaan adalah PT Grafiti Pers, penerbit yang juga menaungi Tempo.

Ia juga menyampaikan bahwa pembagian dividen dilakukan berdasarkan prosedur yang diatur dalam anggaran dasar perusahaan dan telah mendapat persetujuan RUPS. Karena itu, ia menilai narasi soal “utang dividen” tidak tepat dan tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk PKPU.

“Dividen itu bukan utang dalam pengertian komersial. Tidak bisa serta-merta dikategorikan sebagai utang jatuh tempo seperti yang disyaratkan dalam mekanisme PKPU,” tegasnya.

Sengketa Saham dan Akses Dokumen

Leslie juga mengkritisi langkah Dahlan yang sebelumnya melayangkan somasi dan meminta akses penuh terhadap dokumen internal perusahaan. Ia menyebut permintaan itu tidak berdasar hukum, karena hak pemegang saham hanya mencakup dokumen yang relevan untuk RUPS, bukan seluruh operasional perusahaan.

“Tidak ada regulasi yang memperbolehkan pemegang saham membuka semua dokumen internal. Itu bukan praktik korporasi yang sehat,” tandasnya.

Menanggapi Klaim “Pahlawan Jawa Pos”

Sebelumnya, Dahlan sempat menyampaikan bahwa jika PKPU dikabulkan, dana yang diperoleh akan dibagikan kepada “pahlawan-pahlawan Jawa Pos”. Leslie merespons pernyataan tersebut sebagai subjektif dan tidak memiliki landasan hukum.

“Tidak ada dasar bagi seseorang untuk sepihak menentukan siapa yang layak disebut pahlawan,” katanya.

Ia juga membantah pernyataan yang menyebut pihak Dahlan telah berusaha menyelesaikan perkara ini secara damai. “Faktanya, tidak pernah ada pertemuan atau mediasi. Hanya tiga kali somasi dari kuasa hukum, itu pun semuanya sudah kami jawab secara tertulis,” tegas Leslie.

Jawa Pos Siap Lakukan Perlawanan Hukum

Hingga kini, PT Jawa Pos masih menunggu salinan resmi dari pengadilan. Namun pihaknya siap mengambil langkah hukum bila terdapat unsur pencemaran nama baik atau penyebaran informasi yang tidak sesuai fakta.

“Negara ini menjunjung supremasi hukum. Jika tuduhan tidak berdasar, kami akan gunakan hak jawab dan bahkan hak gugat,” pungkas Leslie.(red.al)

0 Comments:

Post a Comment