Kediri, iniberita.my.id – Menyikapi dugaan praktik suap dalam pengisian jabatan Kepala Dusun Ringinsari Wetan dan Sukoharjo Wetan di Desa Sukoharjo, Kecamatan Plemahan, sejumlah lembaga pengawas dan aktivis anti-korupsi mulai bersuara lantang menuntut transparansi total dalam setiap proses rekrutmen perangkat desa.
Direktur Eksekutif Forum Transparansi Desa (FTD), Wahyu Adi Santoso, mengatakan bahwa praktik jual beli jabatan merupakan bentuk nyata dari korupsi yang berbahaya karena merusak pondasi pemerintahan dari tingkat paling bawah. "Desa adalah ujung tombak pembangunan nasional. Jika perangkat desanya hasil dari transaksi uang, bagaimana mereka bisa bekerja untuk rakyat?" ujarnya dalam konferensi pers yang digelar di Kediri.
FTD mendorong agar Pemkab Kediri membentuk tim independen untuk mengevaluasi seluruh proses rekrutmen perangkat desa di Kecamatan Plemahan selama tiga tahun terakhir. Mereka juga mengusulkan agar mekanisme seleksi melibatkan pihak ketiga seperti akademisi dan lembaga swadaya masyarakat agar objektivitas tetap terjaga.
Selain itu, Wahyu juga mengingatkan bahwa dalam UU Tipikor, tidak hanya penerima suap yang bisa dijerat hukum, tetapi juga pemberi suap. Oleh karena itu, ia menyerukan kepada para calon perangkat desa yang merasa dipaksa menyetor dana agar berani melapor ke pihak berwenang.
"Pasal 5 ayat (1) UU Tipikor menyatakan bahwa setiap orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara supaya melakukan sesuatu dalam jabatannya, bisa dipidana hingga lima tahun penjara. Ini bukan delik aduan semata. Negara harus turun tangan," tegas Wahyu.
Di sisi lain, kalangan akademisi juga menyoroti pentingnya integritas dalam birokrasi desa. Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Kadiri, Dr. Nanik Sulastri, menekankan perlunya pendidikan politik yang kuat di masyarakat desa agar warga lebih kritis terhadap proses seleksi perangkat desa.(Red.Tim)

0 Comments:
Post a Comment