JOMBANG, iniberita.my.id – Terungkapnya kasus penimbunan BBM subsidi jenis solar di Kabupaten Nganjuk membuka tabir betapa meluasnya sindikat mafia yang merugikan negara. Pengamat Kepolisian, Didi Sungkono, S.H., M.H., menilai praktik ilegal ini seharusnya sudah bisa dideteksi lebih awal oleh aparat penegak hukum. Namun, ia mencurigai adanya kolusi antara oknum aparat dan mafia yang memungkinkan aktivitas ilegal ini terus berlanjut tanpa terdeteksi.
“Semua bukti sudah sangat jelas, mulai dari lokasi penimbunan, waktu kejadian, hingga modus pengangkutan solar. Tidak mungkin aparat tidak tahu soal ini. Kejahatan seperti ini seharusnya mudah dideteksi dan diberantas,” ujar Didi. Ia juga menduga adanya kesepakatan bawah tangan antara mafia BBM dan oknum aparat yang mendapatkan keuntungan pribadi dari kegiatan ilegal ini.
Didi juga mencatat bahwa dalam banyak kasus serupa, yang diamankan hanya barang bukti berupa BBM, sementara pelaku utama sering lolos dari jeratan hukum. “Tersangka pasti tahu siapa yang menerima uang hasil penjualan solar. Jika ada keseriusan dari aparat, hal ini mudah dibongkar,” ujarnya.
Penyelidikan yang dilakukan Polres Jombang mengarah pada sebuah gudang penimbunan solar subsidi yang terletak di Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk. Gudang tersebut diketahui milik seorang pengusaha bernama Ilyas. Ilyas memiliki armada truk untuk mengangkut solar subsidi dari beberapa SPBU di wilayah Nganjuk, seperti SPBU Baron dan SPBU Pace. Solar yang diselewengkan kemudian dijual ke industri dengan harga jauh lebih tinggi, merugikan negara dan masyarakat yang seharusnya mendapatkan hak atas subsidi tersebut.
“Solar subsidi adalah hak rakyat kecil. Itu seharusnya tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Kejahatan ini harus dihentikan,” tegas Didi, yang juga merupakan kandidat doktor ilmu hukum di salah satu universitas ternama di Surabaya.
Keprihatinan yang sama juga disampaikan oleh masyarakat setempat, yang merasa Polres Nganjuk lamban dalam menangani kasus mafia BBM ini. Warga menduga adanya pembiaran terhadap aktivitas ilegal ini yang sudah berlangsung lama. “Banyak kejadian kriminal seperti pembacokan yang tak terungkap, sementara masyarakat merasa tidak aman. Bahkan korban harus menanggung biaya pengobatan sendiri,” ujar Didi, mengungkapkan rasa khawatirnya terhadap rasa aman masyarakat.
Lebih lanjut, Didi juga menyoroti gaya hidup oknum aparat yang tidak sesuai dengan gaji pokok seorang PNS golongan IV A, yang biasanya hanya berkisar antara Rp 10-15 juta per bulan. “Ada indikasi bahwa laporan harta kekayaan mereka dimanipulasi untuk menutupi asal-usul kekayaan yang diperoleh dari kegiatan ilegal ini,” jelasnya.
Didi mendesak Kapolda Jawa Timur untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja aparat di Polres Nganjuk dan mengambil tindakan tegas terhadap oknum-oknum yang terlibat dalam praktik mafia BBM subsidi ini. Ia juga menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap SPBU untuk mencegah penyelewengan lebih lanjut.
Jika terbukti bersalah, pelaku penimbunan BBM subsidi ini dapat dijerat dengan Pasal 55 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang mengancam hukuman penjara hingga enam tahun dan denda hingga Rp 60 miliar. Polres Jombang akan terus mengembangkan kasus ini untuk mengungkap lebih banyak pelaku dan menghentikan praktik mafia BBM subsidi yang merugikan banyak pihak.
Kasus ini menjadi peringatan bagi semua pihak bahwa tindak kejahatan yang merugikan negara dan masyarakat harus ditindak tegas tanpa pandang bulu. Polres Jombang berharap dapat mengungkap jaringan mafia lebih besar dan menghentikan praktik ilegal yang telah berlangsung lama
0 Comments:
Post a Comment