Wamendag Dorong UMKM Tenun Kediri Pahami Pasar Ekspor untuk Tembus Global

  


KEDIRI,   iniberita.my.id – Wakil Menteri Perdagangan RI, Dyah Roro Esti Widya Putri, mengajak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk lebih cermat dalam memahami karakteristik konsumen luar negeri, khususnya dalam strategi pengembangan produk ekspor.

Hal itu disampaikan Roro saat mengunjungi sentra produksi Tenun Medali Mas di Kampung Tenun Ikat Bandar Kidul, Kota Kediri, pada Jumat (18/7). Turut hadir dalam kunjungan tersebut Wali Kota Kediri Vinanda Prameswati dan Direktur Pengembangan Ekspor Jasa dan Produk Kreatif Kemendag, Ari Satria.

“Selera konsumen di tiap negara tak bisa disamakan. Misalnya, motif kain bercorak khas Indonesia sangat disukai di Afrika, tapi masyarakat Eropa lebih menyukai kombinasi tenun dengan bahan polos,” terang Roro.

Menurutnya, dengan memahami selera dan kebiasaan pasar tujuan ekspor, pelaku UMKM bisa menyesuaikan desain dan strategi pemasarannya agar produk lebih diterima. “Penyesuaian produk bukan hanya soal estetika, tapi juga soal peluang bisnis jangka panjang,” tambahnya.

Sinergi UMKM dengan Perwakilan Perdagangan Luar Negeri

Wamendag juga menyarankan agar pelaku UMKM memanfaatkan peran 46 perwakilan perdagangan Indonesia di 33 negara untuk mendapatkan informasi pasar dan menjalin relasi dengan calon pembeli global melalui program business matching.

Dalam kunjungannya, Roro berbincang langsung dengan Siti Ruqoyah, pendiri UMKM Tenun Medali Mas yang kini memberdayakan sekitar 15 perempuan pengrajin. Siti berharap adanya dukungan lanjutan dari pemerintah pusat maupun daerah dalam regenerasi pelaku usaha, pelatihan, serta promosi.

Ia juga mengapresiasi kebijakan Wali Kota Kediri yang mengeluarkan Instruksi Nomor 4 Tahun 2010 tentang penggunaan tenun ikat sebagai seragam kerja. “Kebijakan ini sangat membantu meningkatkan permintaan lokal terhadap tenun ikat,” kata Siti.

Warisan Tenun Ikat yang Bertahan Berabad-abad

Kampung Tenun Bandar Kidul bukan sekadar sentra produksi, tetapi juga bagian dari warisan budaya Kediri yang telah ada sejak abad ke-11, masa kejayaan Kerajaan Kadiri. Kebangkitan industri tenun di wilayah ini mulai terlihat kembali di era 1950-an, terutama setelah para pengusaha Tionghoa memperkenalkan desain motif baru serta penggunaan alat tenun bukan mesin (ATBM).

Kini, lebih dari 400 pengrajin menjalankan sekitar 150 ATBM manual, menjadikan industri tenun sebagai salah satu pilar ekonomi lokal. Produk mereka telah beredar luas di berbagai daerah di Jawa Timur dan bahkan menjangkau pasar nasional.

Tenun ikat tidak lagi terbatas pada kain lembaran. Produk telah berevolusi menjadi fesyen siap pakai dan aksesori modern, seperti baju, sarung, syal, tas, dompet, sepatu, hingga suvenir. Sebagian produk juga telah menjangkau konsumen di Timur Tengah dan Singapura, meski penguatan strategi ekspor masih dibutuhkan.

Sebagai desa wisata tematik, Kampung Tenun juga menawarkan paket edukasi budaya, pertunjukan seni seperti Jaranan Unyilhomestay, serta wisata kuliner khas Kediri, seperti tahu takwa dan teh telang.

Pemerintah Kota Kediri melalui kolaborasi lintas sektor, termasuk Dinas PMPTSP, Dekranasda, dan akademisi, terus memperkuat kapasitas UMKM lewat pendampingan, pengembangan merek, dan peningkatan kualitas produk demi membuka akses pasar yang lebih luas.(red.al)

0 Comments:

Post a Comment