Surabaya, iniberita.my.id– Terhitung mulai 1 Januari 2026, seluruh pemegang polis asuransi kesehatan di Indonesia diwajibkan untuk menanggung sebagian dari biaya pengobatan melalui sistem pembagian risiko atau co-payment. Kebijakan ini tertuang dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan.
Melalui kebijakan ini, nasabah atau peserta asuransi diwajibkan membayar setidaknya 10% dari total klaim yang diajukan kepada perusahaan asuransi. Untuk layanan rawat jalan, batas maksimal tanggungan peserta ditetapkan sebesar Rp 300 ribu per klaim. Sedangkan untuk rawat inap, maksimum co-payment yang dikenakan adalah Rp 3 juta per pengajuan klaim.
“Setiap produk asuransi kesehatan harus memuat ketentuan co-payment minimal 10% dari total klaim. Besaran ini dapat meningkat jika terdapat kesepakatan dalam polis antara perusahaan dan nasabah,” jelas OJK dalam dokumen resmi yang dikutip Jumat (6/6/2025).
Adapun skema co-payment ini berlaku pada dua jenis produk asuransi, yakni produk asuransi kesehatan dengan sistem penggantian biaya (indemnity) dan produk dengan model managed care. Namun, produk asuransi mikro dikecualikan dari kebijakan ini.
OJK juga menegaskan bahwa perusahaan asuransi, baik konvensional maupun syariah, wajib memastikan bahwa calon pemegang polis memahami secara menyeluruh informasi yang tercantum dalam dokumen permintaan asuransi (SPAK) sebelum menandatangani polis. Hal ini penting untuk menjamin transparansi dan mencegah kesalahpahaman di kemudian hari.
“Calon nasabah wajib memahami isi dari SPAK dan mengisinya sendiri, agar proses persetujuan benar-benar mencerminkan kesadaran penuh dari pihak peserta,” tulis OJK.
Dalam penjelasan tambahan melalui dokumen FAQ, OJK menyebutkan bahwa tujuan utama penerapan co-payment ini adalah untuk menekan praktik penggunaan layanan medis yang tidak perlu (over-utilization) serta mencegah risiko moral hazard yang sering kali terjadi dalam sistem proteksi kesehatan.
“Kami berharap kebijakan ini akan membuat peserta lebih rasional dan bertanggung jawab dalam menggunakan manfaat asuransi. Ini juga menjadi upaya pengendalian agar premi tidak mengalami lonjakan drastis di masa mendatang,” jelas lembaga pengawas sektor jasa keuangan tersebut.
Kebijakan ini dipandang sebagai langkah strategis dalam menjaga keberlanjutan ekosistem asuransi kesehatan di Indonesia, yang belakangan menghadapi tekanan biaya akibat tingginya frekuensi klaim dan penggunaan layanan yang tidak proporsional(red..a)

0 Comments:
Post a Comment