Kediri, iniberita.my.id Jawa Timur – Siapa sebenarnya yang disebut aspirator dalam pelaksanaan program P3TGAI (Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi) di Kabupaten Kediri? Apakah mereka hanya sekadar penghubung antara masyarakat dan pemerintah, atau justru aktor utama di balik praktik penyimpangan anggaran proyek?
Istilah aspirator kini menjadi buah bibir di kalangan penerima manfaat P3TGAI. Nama mereka seperti tak tersentuh namun dikenal luas, seolah menjadi "bintang utama" yang tidak tampak dalam struktur resmi, namun punya kuasa besar dalam alokasi anggaran. Dalam beberapa temuan investigasi, mereka bahkan diduga leluasa memangkas anggaran proyek hingga 20% dengan alasan yang belum sepenuhnya jelas.
Lembaga Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (LP3-NKRI) membuka tabir ini setelah melakukan penelusuran ke beberapa desa penerima manfaat. Salah satu temuan penting berasal dari Desa Canggu, Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri, di mana tim investigasi berhasil menemui seorang yang diduga merupakan aspirator, berinisial "A".
Saat dikonfirmasi oleh tim investigasi melalui telepon dan WhatsApp, sosok berinisial A sempat menghindar. Namun akhirnya ia bersedia bertemu langsung untuk memberikan klarifikasi. Dalam keterangannya, A mengaku tidak mengetahui banyak hal. "Saya hanya mendaftarkan satu desa, itu pun tanpa pungutan biaya. Desa lain saya tidak tahu-menahu," ungkapnya.
Namun hasil wawancara selama hampir satu jam membuka sejumlah kejanggalan. Banyak pernyataan dari A yang bertolak belakang dengan kesaksian para penerima manfaat di lapangan. Dugaan manipulasi informasi dan penolakan untuk mengakui keterlibatan dalam pemangkasan anggaran pun semakin kuat.
LP3-NKRI menyoroti bahwa pemangkasan dana proyek oleh pihak tidak resmi seperti aspirator berpotensi menjadi bentuk penyalahgunaan wewenang, bahkan mengarah ke tindak pidana korupsi. Bila pengurangan dana dilakukan demi kepentingan pribadi atau kelompok, tanpa transparansi dan pertanggungjawaban, maka ini bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hukum yang serius.
Menurut hukum yang berlaku, penyalahgunaan dana dari APBN – baik melalui pengalihan, pemotongan tidak sah, atau penggunaan dana tidak sesuai tujuan – merupakan bentuk pelanggaran berat. Praktik seperti ini bisa terjadi melalui modus kolusi, nepotisme, atau korupsi sistematis.
Masyarakat diimbau untuk tidak tinggal diam. Setiap indikasi pemotongan dana yang tidak transparan harus dilaporkan dan diawasi bersama, demi mewujudkan pembangunan yang bersih dan berpihak pada rakyat. Peran serta publik dan lembaga pengawasan independen sangat dibutuhkan untuk mengungkap siapa sebenarnya sosok di balik istilah "aspirator" ini.
Apakah mereka hanyalah perantara niat baik, atau justru pelaku yang bersembunyi di balik bayang-bayang anggaran negara?(red.Tim)

0 Comments:
Post a Comment